“Mari
kita menulis, melukis. Kisah kamu, kisah kasih kamu.” Jerit hati, sambil
menarik tangan yang ogah-ogahan.
“Untuk
apa?” balas pikiran sinis. “belum capek? Kamu mau sekali lagi diterpa, diserbu,
hal-hal tentangnya bagai godam tanpa ampun. Kuburkanlah lara, leburlah.”
Juli datang lagi, intensitas hujan
semakin berkurang. Aku pikir hujan akan terus mengguyur sepanjang tahun. Aku
salah.
Juli
pertama tanpa kamu.
Di
bulan Juli ini hati dan pikiran rasanya masih belum bisa akur. Hati masih
menekuri luka, sementara pikiran sudah siap terbuka.
Tapi
aku punya keputusan sendiri. Yang mungkin memaksa hati, dan tidak dapat
dimengerti pikiran. Aku akan meninggalkan kenangan. Karena selama di bulan Juli aku terlalu
menunggalkan kamu, yang nyatanya menanggalkan aku diluar sana.
“tapi
kenapa? Dulu kamu pernah bahagia bersamanya? Pernah bersandar di lengkungan
senyumnya.”
“mungkin
dulu kamu memang yang terlalu buta, maka sekarang kamu selalu berduka. Selalu
memikirkan rindu, tetapi hanya sendu yang hadir. Dungu.”
Aku tersenyum miris, paling tidak
kali ini pikiran dan hati sudah akur.
Nice din
ReplyDelete