Pages

Thursday, August 30

personal

halo, untuk kamu, kamu, kamu, dan kamu.
siapa aja deh yang mau baca. halo.

Monday, August 27

rasanya ...


            Rasanya menyenangkan mengetahui bahwa seseorang benar-benar peduli terhadapmu. Diluar itu keluargamu atau bukan, teman lama atau bahkan tetangga sebelah yang baru saja pindah. Rasanya menyenangkan. Seakan kehadiran kalian di dunia ini memang disadari, memang membuat perubahan.
            Tapi kali ini rasanya berbeda. Bukan hanya perhatian yang kucari. Tetapi perhatian darimu.
Bagaimana kau bisa merasa sangat nyaman bersama seseorang, ketika dia bahkan tidak merasakan hal yang sama terhadapmu? Itulah yang terjadi kepadaku.
            Rasanya menyenangkan, sekaligus aneh. Aku tidak tahu bagaimana chats kita selalu membuat aku bersemangat tidak karuan. Aku juga tidak tahu bagaimana menanti balasan pesan singkatmu membuatku menjadi manusia yang sangat tidak sabaran. Fuck texting, i want you here!
            Menyenangkan tetapi
            Kuakui aku meluangkan terlalu banyak waktuku untuk memikirkanmu.
            Lucu rasanya membuka buku, dan kehilangan kalimat yang kubaca di paragraf kedua. Tetapi malah tersenyum dan tersipu sendiri memikirkanmu.
            Maybe-just maybe- i really do l i k e y o u~

magic


            Semua hal yang kusukai bersifat sederhana. Bagi beberapa orang mungkin terkesan membosankan jika didengar. Bagi sebagian lagi bahkan rela menukar waktunya untuk berhenti melakukan hal yang kusuka. Untuk teman-temanku mungkin justru mereka bisa mendapatkannya sepanjang hari. Bagi sebagian sisanya mungkin bahkan tidak mampu hanya untuk sekedar membayangkannya.
            Semua hal yang kusuka bersifat rumahan. Tidak perlu banyak aksi yang macam-macam. Atau bahkan kreatifitas, dan pemicu adrenalin yang meluap-luap. Beberapa diantaranya bahkan tidak perlu banyak meluangkan waktu untuk dilakukan. Hal-hal yang kusuka bisa berasal dari beragam latar belakang. Walaupun, harus kuakui akhir-akhir ini aku menambahkan beberapa hal yang kusuka, karena semua itu berkaitan denganmu. Ya, karenamu.
            Semua hal yang kusuka begitu ringan. Sehingga kau bisa melakukannya setiap waktu. Mungkin karena itu aku menyukainya. Tapi aku menyukainya. Dan aku  bahkan tidak mau susah-susah berpikir alasannya. Maybe because ‘i like it’ is a strong enough reason it self.
            Semua hal yang kusukai mampu membawa selintas perasaan nyaman. Seperti gelitik kecil di telingamu, from that person you really adore. Semua hal-hal yang menyenangkan, itu yang kusuka. Bagiku itu berarti bau dari buku baru yang baru kau lepas plastik pembungkusnya, wangi mint dari penyegar nafasmu, sinar matahari sore yang menembus jendela membangunkanku dari tidur siang dihari malas, kehangatan yang bisa kudapat dari menggenggam tanganmu, mendengar suara langkah kaki(mu). Semua hal-hal itu lah aku sukai.
            Semua hal yang kusuka berkaitan denganmu. Bukankah sudah kubilang tadi? Saat ini aku sedang menyukai segala hal tentangmu. Tidak hanya keahlianmu. Tapi bahkan semua hal-hal kecil yang biasa kaulakukan. Entah bagaimana kau melakukannya, tapi aku menyukainya.
            Kau mengajarkanku magic.

Tuesday, June 26

lelaplah kau sahabat


            Aku masih ingat Rabu sore di pertengahan bulan Juli tahun lalu. Ketika kau masih mampu duduk di sebelahku dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan bodohmu, di sudut coffe shop di bilangan Semarang Selatan. Aku masih ingat bagaimana rambut hitammu jatuh menutupi sebagian wajahmu. Menghalangi pemandanganku. Aku masih ingat gerak bibirmu yang merefleksikan setiap kata dalam novel baruku yang kucetak di kertas HVS putih. Pemborosan, katamu. Aku ingat bagaimana kau menghindar dan tersenyum jahil ketika tanganku hendak menyelipkan rambutmu di belakang leher.
            Aku mengingat semua itu tanpa satu momen luput. Semua detail terkecil, namun juga terindah. Dan sayangnya, tidak hanya memori yang tinggal tapi juga perasaan itu. perasaan dimana kau kembali menegaskan bahwa kita hanya sekedar sahabat. Walaupun kuyakin kau sebenarnya menyimpan rasa yang sama denganku. Rabu sore itu juga kamu menegaskan dengan penekanan bahwa kita baik-baik saja. Bahwa hingga sekarang kita hanya sahabat, seperti 5 tahun yang lalu.
            “aku nggak bisa, kemal.” Jawabmu lirih sambil tersenyum.
            Pada kenyataannya tidak seperti itu. kita bukan lagi sepasang remaja polos yang baru pertama masuk ke SMA seperti 5 tahun sebelumnya. Kita bahkan bukan anak 2 tahun sebelumnya yang saling mencorengkan pilox di seragam masing-masing. Kita adalah pasangan seperti sebulan sebelumnya. Ketika aku menyatakan bahwa aku ingin sesuatu yang lebih serius dan berkomitmen darimu.
            “apa lagi yang lebih berkomitmen dari apa yang kita telah bangun bertahun-tahun bersama ini?” ungkapmu.
            Aku saat itu sudah lelah dengan mencari. Dan aku mau mengakhiri pencarian dan permainan itu denganmu. Aku melontarkan semua omong kosong tentang soulmate atau pasangan jiwa. Dan kau menegaskan bahwa soulmate tidak harus sebagai sebuah pasangan kekasih. Dan aku marah. Aku marah, malu, dan kecewa terhadapmu. Tetapi itu hanya membuatku tersiksa.
            Jadi aku memutuskan untuk melepaskan segala emosiku malam itu. jadi kita kembali pada bulan Juli, dimana kau duduk dan melahap setiap kata yang terdapat dihadapanmu. Kita kembali seperti tidak pernah berubah. Aku masih bisa membayangkan bagaimana kata-kata yang bermain di pikiranmu beradaptasi menjadi sebuah film di otakmu.
            Apakah aku pemainnya? Apakah kau? Atau aktor yang baru naik daun yang kaulihat di billboard pinggir jalan itu? atau kau memilih wajah-wajah asing yang belum kau kenal untuk memainkannya? Siapapun itu, dia berhasil menyedot seluruh perhatianmu. Dan aku cemburu.
            Ketika kau membaca novelku aku cemburu. Aku cemburu pada cerita yang kutulis. Aku cemburu pada alur yang kuarahkan. Aku cemburu pada tokoh yang kuciptakan. Aku cemburu pada konflik yang kutimbulkan. Apapun itu, jika kau lebih terfokus padanya aku cemburu.
            Singkat cerita aku menyingkirkan novelku malam itu. aku mengungkit lagi masalah yang sama dengan sebulan sebelumnya. Dan kau bersikeras bahwa kau hanya akan memperlambatku. Aku tidak peduli, jika itu yang kau khawatirkan. Aku tidak keberatan, jika itu yang kau takutkan. Kau menangis, dan terluka. Itu menghancurkanku, terlebih aku yang menyebabkan itu semua.
            “apapun yang terjadi, jangan kembali ke tempat itu.” kau mengambil gerakan mundur. Dan meninggalkanku. Ada masa dalam remajaku sebagai mahasiswa yang terpuruk ke bab-bab bodoh penuh konflik. Terlibat obat, pembakaran fasilitas publik, dan minuman keras. Terimakasih padamu aku terbebas dari itu semua. Terima kasih padamu lagi, aku dalam perjalananku menuju bab itu lagi.
            Malam itu aku menghabiskan waktu di pub yang sudah lama sekali tidak kudatangi. Aku menegak bir dari botol berleher panjang. Aku tidak berencana untuk mabuk, hanya melepas penat. Aku hendak keluar dari pub itu karena merasa akan butuhnya asupan nikotin dalam darahku. Ketika aku lihat kau tepat di luar pintu pub dengan kursi rodamu, terpapar hujan. Aku pikir aku bermimpi, dan terlalu banyak minum. Tapi itu benar dirimu. Jadi aku keluar, meletakkan rokok dan botolku, serta memasukkan kembali zippo ke dalam kantung celana.
            Aku hendak marah padamu karena bersikap begitu bodoh. Aku hendak memakimu, hendak mendebatmu, dan baru kemudian akan memaksamu masuk mobilku dan mengantarmu pulang. Tetapi ketika tiba di hadapanmu aku hanya tergugu. Terjatuh di kedua lututku, membuat kita menjadi sama tinggi. Ironisnya, hal ini terlihat lucu. Kita sama tinggi, seperti di awal-awal persahabatan kita. Ketika kau masih lincah dengan dua kaki mungilmu. Ketika kau dengan seluruh kegiatan kakimu menari, berjalan, melompat, berlari.
            Entah bagaimana, kita sepakat untuk memulai dari awal lagi. Sebagai pasangan yang benar-benar baru. kita naik ke dalam mobilku dengan tawa dan canda.
***
            “aku sudah menemukan semua bukti yang ada. Apapun yang kau perlukan. Ini truk dan supirnya yang mabuk yang menabrak SUV kalian tahun lalu. Aku menemukan tempat tinggalnya, sekarang ia menjadi buruh bangunan tidak tetap. Aku sudah mengurus semuanya, kau bisa menuntutnya.” Suara Jess membuyarkan lamunanku. Aku tidak yakin sejak kapan dia datang, yang pasti dia sudah duduk sangat nyaman di kursi di hadapanku.
            Aku menatap photo yang disodorkannya kepadaku. Seorang lelaki berusia 40-an dengan kumis tebal, dan bekas luka di wajahnya. Sesaat perasaan panas seperti hendak menelanku. Tetapi hanya sebentar.
            “cari, dan beri dia beri pekerjaan.” Aku berdiri hendak meninggalkan ruanganku.
            “kupikir kau mau membalaskan dendammu selama ini? penghormatan terhadap sahabatmu yang terenggut nyawanya.”
            “aku sudah.” Aku membalik badan dan berjalan perlahan keluar menggunakan dua tongkat bantuku. Menuju kemana belum pasti, mungkin coffe shop yang belum pernah berani kuinjak setahun terakhir ini. yang pasti kali ini tanpa rasa takut. Sekarang kau bisa tidur lelap, Naomi.

catatan kepada rindu

rindu
kemanakah engkau berlabuh
membawa sendu hati-hati yang ditinggalkan
kepada siapakah engkau pulang
ditemani senja merah
ketika matahari tinggal setitik ditelan garis horizontal
kemanakah engkau pergi
disaat bulan muncul
dimana pintu-pintu sudah terkunci dan hanya setitik lampu di ujung jalan
rindu, pernahkah kau menginginkan seseorang
sebagai penamba hatimu
mengapa kau begitu jauh
begitu tak tersentuh
mengapa kau selalu sendiri, tidakkah kau kesepian
tidakkah kau lelah menggelayuti kami
jawab aku
karena aku lelah
menanti tanpa kepastian
berkorban tanpa hasil
berlari tiada henti
dan menangis tanpa pundakmu

Sunday, February 5

my design !

halo guys! it's almost valentin. have you planned who will be your valentine this year? hahaha =))
is it your boyfie/girlfie, your mom, your besties? with whoever your valentine is make sure that this valentine will be special. and don't let little things bother you, okay?
this time i will post about my latest design. i made it an hour a go. it's a superb lazy sunday and i think about the clothes that i just bought a few days a go with momsky @ jangkrik. it is one cool clothes you know! i will post it ASAP!
one little table next to my comfy bed (i have it since i was still at elementary school) there's a map on it contain my designs, a mechanic pencil (purple one! <3) an eraser ( i guess i borrowed from myclassmate a few days a go, so-rry), my sister's pencil case, and a lot of inspiring magazine (GF! for sure)


my purple pencil i just bought it yesterday with momsky

 i'm sorry no editing. sorry sorry sorry.
this one is nice too!
there's a lot more, but i can't upload it now. maybe next post. or the next one. or .. one day if i remember.
sorry for my bad grammar, the bad quality of those pictures. i took it with my sis' camera digital!<3 see you, love!

Saturday, February 4

ending


 Ngapain lo disini?itu kata pertama yang keluar dari mulut Abel ketika melihat Sheila di ruang tunggu rumah sakit. Bukan basa-basi seorang kenalan, ataupun ramah tamah seorang teman. Tapi pertanyaan dengan nada ketus yang terlontar dari mulutnya. Kok nyolot sih? Apa urusannya sama elo? jawab Sheila tak mau kalah.

Sebenarnya ia lelah bertengkar terus dengan Abel. Ia mau hubungannya dengan Abel kembali seperti dulu. Ketika mereka bisa tertawa bersama. Menghabiskan waktu tanpa kesalah pahaman seperti sekarang. Sheila segera meninggalkan abel dan mencari tempat duduk di pojok yang jauh dari Abel.

harusnya nggak gini. Ngapain juga sih gue nanggepin cowok ngga jelas macem Abel. Bikin capek doang! gerutu Sheila dalam hati.

Dengan langkah cepat dan menghindari kontak langsung dengan Abel, sheila masuk ke ruang periksa ketika namanya dipanggil. ketika keluar sheila membawa lembaran kertas berisi resep-resep yang harus ditebusnya. Ia menghindari kontak dengan Abel ketika mereka berpapasan lagi. Sheila hanya mendengus dan memalingkan muka.

Segera setelah menebus obatnya. Ia melajukan motornya dngan kencang. Berharap segera sampai di rumah. Angin malam menusuk kulitnya yang berbalut jaket yang tampaknya tidak mampu melindunginya dari haawa malam. Ia merasa sangat rapuh, bukan karena sedang sakit. Tapi karena pertemuannya dengan Abel tadi. Memaksanya membuka kembali kenangan lamanya.

Sheila terduduk di ranjangnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Memori membawanya ke beberapa bulan lalu. Ketika semua baik-baik saja. Ketika semua masih menyenangkan. Semua itu membuat sakit kepala Sheila semakin menjadi. Sheila tidak tahu sejak kapan ia menjadi gadis cengeng. Tapi Ia tertidur dengan air mata tergenang malam itu.

Paginya sheila bangun karena panggilan bunda. makan dulu sana. Ntar minum obat, gue mau kuliah dulu ya. Ada kelas pagi. Lu udah dimasakin tuh sama bunda lo. Kata riska sambil berlalu. Riska adalah mahasiswa yang kost di rumah Sheila. Riska juga udah dianggap keluarga sendiri. Sheila merasa sangat beruntung bahwa ia mempunyai teman yang lebih dewasa seperti Riska. Riska menjadi semacam kakak perempuan bagi Sheila. Bagi sheila itu sangat melegakan. Karena ia cenderung gadis introvert.jadi kehadiran Riska memang sangat dibutuhkan dan membantu.

Sheila turun dari kasurnya dan mengenakan jaket biru milik kakaknya yang kebesaran. Di dapur bunda sudah menyiapkan sarapan bagi Sheila. Nindya adiknya sudah berangkat sekolah. Sebentar lagi bunda juga akan berangkat kerja. Itu artinya dia akan sendirian lagi di rumah. Menguntungkan juga karena ia juga sedang tidak ingin diganggu.

Bunda mengecek suhu badannya. Masih cukup panas. Bunda menyuruhnya berbaring di kamar saja. Setelah menyiapkan makan siang untuk sheila, Nindya, dan riska bunda meninggalkan Sheila sendiri.

Setelah mandi Sheila kembali ke kamarnya. Terlalu lelah untuk melakukan apapunia memutuskan untuk berbaring lagi. Ia sungguh ingin melakukan sesuau untuk mengalihkan pikirannya dari pertemuannya malam tadi dengan Abel. Tetapi tubuhnya sendiri melakukan perlawanan.

Sheila dan Abel dulu adalah pasangan yang saling menjaga. Sheila menyayangi Abel. Abel terlebih lagi. Tetapi, untuk beberapa saat di masa-masa down Sheila kurangnya komunikasi antara mereka berdua membuat semuanya semakin runyam. Tiang kepercayaan mereka yang sudah retak  runtuh ketika Sheila mengetahui pengkhianatan Abel. Abel sendiri sebenarnya tidak ingin melakukan itu. Tetapi ia kehabisan cara untuk berkomunikasi dengan Sheila, dan akhirnya jenuh. Dengan perasaan sayang kepada Sheila yang masih tersimpan Abel membagi sedikit ruang hatinya kepada Meggy. Gadis yang ia kenal dari temannya. Sheila semakin terpuruk pada masa-masa down itu.

Sampai sekarang hubungan mereka berdua belum membaik. Keduanya belum pernah mengucapkan kata putus. Tetapi mereka sama sekali belum berkomunikasi selama 2 bulan ini. Awalnya Abel berusaha memperbaiki hubungan mereka berdua. Abel masih sering mendatangi rumah Sheila. Walaupun hanya berbincang dengan Bunda karena Sheila selalu menolak menemaninya.

Lama kelamaan sikap diam sheila berubah menjadi sikap menolak dan menentang. Abel tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan Sheila untuk memaafkanya. Tetapi, ia semakin lelah. Jika ditanya tentang perasaannya tentang Sheila. Sejujurnya ia masih merasa sayang pada Sheila. Begitupun Sheila. Sayangnya, Sheila merasa telah dilecehkan dan terlalu egois untuk kembali pada Abel.

Sorenya ia bangun. Keadaannya masih belum membaik. Ia baru menyadari bahwa ia belum memegang handphone sejak kemaren malam dari rumah sakit. Ia berusaha meraih handphonenya tetapi a tidak dapat menemukannya di rak sebelah kasurnya. Juga di lemari belajarnya. Sheila memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Tidak percaya bahwa ia sama sekali tidak melakukan apa-apa hari ini.

Bertepatan dngan Sheila selesai mandi, Riska pulang. Riska juga langsung mandi lalu menghampiri kamar Sheila dengan bungkusan putih. hi, Sheil. Keganggu nggak? tanya Riska sambil mengetuk pintu kamar Sheila. nggak kok mbak. Masuk aja, cuman lagi cari handphone. Hehe, bawa apaan tuh mbak? Sheila menunjuk bungkusan yang tadi dibawa-bawa Riska. oh, ini cuman bawain lo makanan. Sekalian buat bareng. Mumpung gue beli banyak nih. Buat entar makan malem ya. Jelas Riska.

Sheila menghabiskan waktu hingga saatnya makan malam di kamar ditemani Riska. Nindya sendiri masih asyik dengan temannya yang akan menginap.bunda memanggil dari bawah untuk makan malam. nggak usah masak, Bun. Tuh mbak Riska bawa masakan banyak. Makan enak kita kali ini.seloroh sheila. Sheila, bunda, dan Riska menghabiskan makan malam mereka sambil bercerita. Riska bercerita tentang dosennya yang selalu lupa, Bunda bercerita tentang langganannya yang selalu bingung menentukan tema pestanya sendiri. Sementara Sheila sendiri lebih banyak mendengarkan.

Malamnya, sheila mendatangi kamar Riska. Orang yang sudah menjadi sahabat sekaligus kakaknya itu sedang sibuk dengan bahan kuliahnya. Laptop dalam kondisi siaga didepannya. Terbuka situs dari om google, juga smartphone nya yang selalu bergetar. Sejenak Sheila memutuskan untuk kembali ke kamar supaya tidak mengganggu Riska, tetapi  Riska keburu memanggilnya. masuk aja. Lagi nggak sibuk. Cuman online aja.. sheila masuk sambil htersenyum malu karena ketahuan mengintip.

Gue tahu lo lagi capek, Sheil.walaupun gue nggak tahu capek kenapa. Tapi keliatan banget. Gue enggak tahu bunda lo nyadar apa engga. Tapi beberapa bulan ini lo jadi tambah nggak peduli sama apa-apa yang terjadi di sekeliling lo. Sori lo. Itu cuman pendapat gue aja walaupun lo nya nggak minta. Kata Riska ketika Sheila menghempaskan diri di kasurnya dngan keras.
nggak apa-apa lagi. Gue malah seneng kalo ada yang ngingetin gue. Rasanya ada yang merhatiin. Hahaha.jawab Sheila.
emang kenapa, Sheil? Mau cerita nggak. Mumpung sama-sama lega disini, lo nggak ada pekerjaan yang nunggu kan? Gue juga nih.Riska menyodorkan bantuan. Sesaat Sheila pikir ia igin membuka semuanya ke Riska malam itu juga. Rasa sakit yang ia pendam selama 2 bulan terakhir ini. Tentang Abel.

Tetapi, tiba-tiba alam bawah sadar Sheila menolak. Ia tidak mau terlihat lemah. Tidak mau menjadi gadis cengeng di hadapan Riska malam itu. Karena setiap membahas Abel ia pasti tertohok dengan keadaan hubungan mereka saat ini. Akhirnya Sheila hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Riska menghembuskan nafas heran. susah deh, Sheila kalo udah gini. Gimana ada yang bisa bantu dia, kalo dianya menutup diri terus? pikir Riska dalam hati.

Sheila sudah bisa masuk sekolah keesokan harinya. Walaupun masih sedikit pucat, ia sudah merasa lebih baik dan cukup kuat untuk mengikuti pelajaran.Ia merasa lebih sehat di sekolah. Dengan teman-teman disekelilingnya, canda tawa mereka membawa senyum di bibir Sheila. Perlahan pipi Sheila mulai memerah lagi. Walaupun suhu tubuhnya tidak turun ia merasa lebih ringan melakukan emuanya. Sekolah lebih cepat menyembuhkan sakitnya daripada obat dari dokter.

eh, Sheil, kok lo tadi ke sekolah sendiri sih? Lo kan lagi sakit. Emangya Abel enggak nganterin ya? tanya Jean iseng. Sheila cuman membalas dengan senyum terkulum.

Sheila pulang ke rumah dengan setumpuk tugas dan catatan yang harus ia kejar selama 2 hari tidak masuk. Belum lagi ulangan susulannya. kalo tugas numpuk gini sih sama aja. Kapan gue istirahatnya. Gerutu Sheila. Seharian Sheila habiskan dengan mengerjakan tugas-tugasnya. Pokoknya gue harus selesein hari ini juga! tekad Sheila.

Sampai jam makan malam pun tugas-tugas yang harus dikerjakannya belum selesai. Ia mulai bersungut-sungut. Kepala nya terasa semakin berat. Bunda mengajaknya makan dan meninggalkan tugas-tugasnya yang berserakan di kamar. Masakan bunda terasa pahit di lidahnya. Ia menyendok sedikit demi sedikit. Tetapi lama-lama ia merasa kenyang. Bunda menyuruhnya menghabiskan makan malamnya. Tetapi perutnya sungguh mual. Ahirnya ia minum obat dan langsung kembali ke kamar. Ia tidak jadi menyelesaikan tugasnya hari ini. Dia akan mengerjakan lagi besok. Kepalanya kembali terasa berat, jadi ia kembali ke kaasur dan tertidur hingga pagi.

Ketika Sheila hendak berangkat sekolah, Riska menawarkan untuk mengantarnya. udah lah, lo ikut gue aja. Pasti gue anter sampai sekolah kok. Ntar siangnya gue jemput sekalian. Lo kan lagi nggak fit. Nggak mungkin juga naik motor atau bus. Kalo kenapa-napa kan semua juga repot.bujuk Riska.

Riska duduk di kursi pengemudi. Ia baru saja dipinjami mobil oleh tantenya untuk mengantar pesanan tantenta dari butik langganan. Sheila duduk di depan, sementara di kursi belakang ada cewek bernama Kamaya. Penghuni kost baru di rumahnya. Ia berasal dari surabaya. Ia pindah ke kota ini untuk melanjutkan kuliah ke universitas yang sama dengan kekasihnya. Sementara Riska sendiri pindah hanya untuk melepaskan kepenatan dari kota nya yang lama.

Sheila hampir tertidur ketika Riska sampai di gerbang sekolahnya. Perjalanan antara rumahnya dan sekolahnya memang tidak terlalu jauh. Tetapi cukup untuk membuat dirinya yang kelelahan menjadi mengantuk. Ditambah alunan lagu sendu yang diputar oleh Riska Setelah memberi tahu jadwal pulangnya kepada Riska ia turun dan segera menuju kelasnya sebelum pelajaran pertama dimulai.

Lagi-lagi ia bertemu Abel. Di toko kaset hari ini ketika ia menemani Nindya dengan Riska. Nindya yang pertama kali melihat Abel langsung menyapanya. Kak Abeeel! teriak Nindya memanggil Abel. Abel yang saat itu sedang memilih cd untuk dicoba menoleh karena suara kecil yang dikenalnya itu. Abel memasang senym yang lebar saat bertemu Nindya. Hanya basa-basi biasa. Sheila yang berpura-pura sibuk mendengarkan lagu mengencangkan volume headphone nya. Tetapi ia bisa merasakan tangan Nindya yang menunjuk ke arahnya dan Riska. Lalu tatapan Abel yang tak sengaja dilihatnya. Keduanya langsung memalingkan muka. Sementara Riska yang melihat adegan itu hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan heran. Jadi itu yang membuat Sheila murung selama beberapa waktu terakhir? Riska bertanya-tanya sendiri.

memangnya ada apa antara kamu sama Abel sih? tanya Riska membuat Sheila tersentak. Ia berusaha menutupi kekagetannya dengan minum. Tetapi ia malah tersedak fanta yang diminumnya. Sheila dan Riska juga nindya sedang makan malam dengan menu Mcdonald di sebuah mall. Nindya sendiri sedang asyik degan mainan barunya.
Nggak ada apa-apa kok. Aku sama dia biasa aja. Jawab Sheila berusaha tidak menyebutt nama nya.
nggak usah bohong sama gue, Sheil. Gue ngerti lo kok. Masa tadi kalian ketemu di toko kaset diem dieman lo bilang enggak ada apa-apa. Tukas riska tak percaya. Sheila hanya menghembuskan nafas berat.
lo mau ngomongin soal ini? tanya Riska lagi.
Sheila menggeleng. nggak sekarang. Gue masih bingung mau cerita apa.

gue mau ke tempet  temen gue. Temen gue katanya mau ngasih sesuatu. Ntar kalo makanan gue bagi deh. Sekarang lo naik dulu, ntar gue langsung pulang. Nih, kunci kamar gue kalo lo mau ke kamar gue dulua. Nanti kita cerita-cerita. Tenang aja. Everythings will be alright, darling. Okay? Bye. Sheila segera turun dari mobil mungil itu bersama Nindya. Setelah mengantar nindya ke kamar tidur ia sendiri ke kamarnya untuk berganti baju. Lalu ia mengambil kunci kamar Riska dan menunggu Riska di dalamnya.

Kamar Riska mempunyai ukuran yang sama dengan kamarnya.Bedanya di kamar Riska berisi berbagai oleh-oleh dari berbagai kota. Juga boneka-boneka yang dijadikan satu di kasurnya dan di karpet dekat kasurnya. Riska memang cukup cantik, ia memiliki badan yang sedap dipandang, dan otak yang cukup tajam. Banyak juga mahasiswa yang berusaha mendekatinya. Sheila tahu itu, apalagi dia pernah kena getahnya. Banyak mahasiswa yang mendatanginya hanya untuk menggali informasi tentang Riska. Sayangnya, Riska sendiri tidak tertarik untuk menanggapi secara serius. Baginya semua itu hanya untuk main-main saja.

Tak lama Riska datang membawa bungkusan cokat besar. Ia juga membawa kotak hitam seukuran clutch bag kecil. Isinya boneka dan coklat. Sheila heran bagi Riska hadiah turun begitu saja ke atasnya. Riska mengambil satu batang coklat kecil dan menyodorkannya pada Sheila.Diambilnya coklat itu dan ia mengucapkan terima kasih kepadanya. Selalu begitu, jika Riska mendapat sesuatu Sheila juga yang pertama diberinya. Selain itu Riska juga tidak suka memamerkan hadiah-hadiah itu. Hadiahnya hanya disimpan dan dirawatnya. Sheila sering bertanya-tnya bagaimana ia pulang ke kotanya dengan barang bawaannya ini. Sheila menyukai Riska karena hal itu.

Dimulai dari hilangnya komunikasinya dengan Abel, lalu sikapku yang mulai menjauh. Dan akhirnya pengkhianatan Abel, hingga sikap saling memusuhi satu sama lain. Sheila sadar bahwa seharusnya ia memaafkan Abel. Ia merasa awal masalah ini ada di dirinya. Lalu ia juga menghindari komunikasi dengan Abel. Sudah hampir satu tahun mereka bersama. Sheila ingin ia dan Abel saling memaafkan dan kembali seperti dulu.

Tapi tampaknya memaafkan tidak segampang yang diucapkan. Walaupun mereka berdua mengerti bahwa mereka ingin bersama lagi. Semua itu tidak cukup karena keegoisan mereka masing-masing. Sheila merasa bahwa Abel seharusnya malu dan menerima ganjaran yang setimpal. Selama ini ia menolak beromunikasi hanya untuk melihat kesungguhan dan sampai mana Abel mau menunggu dirinya yang hancur pulih kembali. Ia tidak mau berkomunikasi terhadap Abel juga karena ia tahu, ia tidak akan betah jauh dari Abel lagi bila ia terus berhubungan dengan Abel.

Bagi Abel, Sheila keterlaluan. Sengaja menggantugkan dirinya. Walaupun begitu Sheila adalah orang yang paling disayanginya saat ini. Ia membutuhkan Sheila, begitu juga Sheila membutuhkannya. Andai saja Abel dapat kesempatan kedua. Ia berjanji dengan sungguh-sungguh, tidak akan mengkhianat Sheila, ataupun membuat Sheila tesakiti.

Malam itu dikamarnya Abel juga memikirkan Sheila untuk yang kesekian kalinya hari itu. Ia tertegun sendiri mengingat semua kenangan tentang Sheila. Ia membuka lemarinya dan mengambil pigura yang sejak 7 minggu lalu disembunyikannya. Di pigura itu terpasang fotonya dan Sheila ketika mereka bersama teman-teman menghabiskan liburan di Jogja. Di photo itu terlihat sheila dengan senyum lebar. Mengenakan kacamata. Rambutnya masih panjang sebahu.

Photo itu juga mengingatkanya pada hari dimana Sheila melihatnya jalan bergandengan dengan Meggy. Abel dan meggy baru saja pulang dari makan siang di sebuah mall. Sheila juga baru saja memotong rambutnya. Ia hendak menghubungi Abel ketika memergoki Abel. Entah siapa yang lebih terkejut. Tetapi keduanya sama sama tercengang. Sheila segera pergi meninggalkan pasangan yang baru saja mematahkan hatinya itu.

Abel berusaha mengejarnya, meninggalkan Meggy sendiri. Tetapi sudah terlambat bagi Abel untuk menjelaskan kepada Sheila, untuk membuat Sheil mengerti. Bahwa sebenarnya Meggy bukanlah orang yang dipilih dan disayanginya. Tetapi Sheila. Sheila orang disayanginya sampai saat ini.

Lo masih sayang kan sama Abel? Gue juga yakin Abel masih sayang sama lo.kata Riska ketika Sheila melihat-lihat koleksi bukunya malam itu. Sheila tertegun Tapi gue ngerasa egois banget selama ini ke dia. Gue udah ngediemin dia. Gue udah minta dia nunggu.sesal Sheila. thats what we do when we love someone. Understand, care. We wait. Thats what love is. Love is sacrifice. But, thats the beautiful side.Sheila menatap Riska dengan pahit.

Abel memutuskan untuk meminta maaf dan meminta kejelasan hubungan mereka. Abel bisa mengerti mengapa sungguh sulit memaafkan apa yang dilakukannya dulu bagi Sheila. Baru saja hendak berangkat menuju sekolah untuk menjemput Sheila, handphone nya berdering. Nama dan photo Meggy tertera di layar handphonenya. Meggy masih terus menghubunginya. Dengan enggan ia mengangkat panggilan itu. Ia harus memberi kejelasan kepada Meggy.
Abeel, its so hard to talk to you! We really need to talk, ill see you okay? Ill be there a..
No, Im sorry, Meggy. Sela Abel
Its about her, huh?
yeah. Im so sorry but..
you still love her. How could you be so patient. Shes definitely dump you! Im here. Why dont you care about me. Listen to me..
No, Meggy. You listen to me. Im sorry, but from the start you know i still love her. And you deserve someone better than me. Someone who loves you.
Sambungan terputus. Abel tahu Meggy kecewa terhadapnya. Masa bodoh, pikirnya. Abel segera menuju sekolah Sheila. Sayangnya, ketika sampai di sekolahnya Sheila sudah pulang terlebih dahulu. Dengan kecewa Abel menuju mobilnya. Mungkin lain kali, pikirnya.

Abel menghubungi Sheila malam itu. Panggilan pertama diabaikan, panggilan kedua tersambung. halo. Suara Sheila terdengar. Dingin , dan jauh. hai, Sheil. Aku ingin mengatakan sesuatu. Kuharap kau tidak marah.kata Abel. Tiba-tiba saja ia kehilangan semua yang ingin dikatakannya. Diam sejenak. aku tidak bisa membicarakan ini di telepon. Dan aku benar-benar minta maaf Sheila. Aku hanya ingin semua diantara kita bisa clear. Kita harus bertemu, sheila. Halo? Sheila? Kau masih disana?tanya Abel ketika menyadari sedari tadi Sheila diam saja. Lagi-lagi diam. Yah, tentu.akhirnya Sheila menjawab. Jadi kapan kita bisa bertemu? Mungkin besok pagi aku beritahu tempatnya. Oke? Bye Sheila.kata Abel mengakhiri perbincangannya dengan Sheila.

Sheila memutuskan panggilan itu. Dimasukkannya handphone nya ke tasnya lagi. siapa? tanya Riska yang sedang bersiap hendak pergi. bukan siapa-siapa. Yok, keburu malem nih. Bohong Sheila.

Malamnya Sheila menerima pesan dari Abel tempat mereka akan bertemu. Sheila menyetujui nya, tetapi dia menyembunyikannya dari Riska. Sheila terus memikirkan pertemuannya yang akan datang dengan Abel. Apakah akan sama seperti yang sebelumnya, diakhiri dengan pertengkaran, atau sama seperti dulu diselingi canda dan tawa. Sheila berharap pertemuannya dengan Abel akan menghasilkan jawaban pasti atas status hubungan mereka.

Kai kakaknya marah ketika mengetahui bahwa Abel mengajaknya bertemu. Sheil, dia itu udah pernah nyakitin kamu. Aku nggak mau dia nyakitin kamu lagi Sheil. Kamu tau kan kakak sayang sama kamu. Kakak nggak mau kamu dibohongin lagi sama dia.. kak, aku pengen semua diantara aku sama Abel clear. Kakak kan tahu aku sayang sama Abel. Sheila juga sayang sama kakak kok.. hening sejenak di telepon. kakak mau kamu nggak usah ketemu sama dia. Kakak yang bakal ketemu sama Abel sendiri.jawab Kai. kak, yang bener aja. Kamu kan di Tanggerang. Udahlah kak, kakak kuliah aja yang bener. Mestinya sheila emang enggak ganggu kakak. Yauda, kakak istirahat aja deh jangan main mulu. Kuliah, trus balik lagi sama Sheila, Nindya, sama bunda disini.disini sepi enggak ada kakak. Enggak ada cowoknya tau kadang Sheila bingung nggak ada yang disuruh-suruh sama diejekin. Oke? Dadah kai. Sheila menutup panggilan telepon dengan cepat. Ia takut jika Kai berbicara dengan Abel. Sementara Kai hanya menggeleng-geleng kepala bingung. Mungkin Sheila memang sudah besar, pikirnya.

Mau kemana, sayang?tanya Bunda ketika Sheila hendk keluar rumah. Mau ketemu temen, bun. Udah terlanjur janji nih. Jawab Sheila. Sini deh, duduk dulu Sheil. Bunda mau ngomong sama kamu. Bunda menarik kursi di dekatnya. Sheila memutar matanya dan duduk di samping Bundanya. keburu telat, bunda. Protes Sheila. kamu tuh bunda cuman mau tanya hubungan kamu sama Abel. Kalian udah putus? Kok bunda lihat kamu jarang jalan bareng sama Abel lagi.tanya bunda. Bunda bawel ih, rutuk Sheila dalam hati. engga tau, bun. Kita lagi break aja. Dianya lagi sibuk sama kuliah, kasian juga kan kalo Sheila ganggu terus. Kilah sheila. yaudah, bunda cuman pengen Sheila jaga dri aja. Yang baik kalo bergaul, nggak usah aneh-aneh. Nggak usah ikut yang... Bun!rengek Sheila. telat nih. Keburu malem ntar. Sheila mengingatkan bunda untuk tidak memulai kuliahnya sekarang. Bunda menghela nafas panjang. ya sudah. Awas kalo pulang malem lagi. Ancam bundanya itu. setelah berpamitan Sheila bangkit sambil menggerutu. Pulang malem salah, pulang telat salah, pulang pagi salah. Nggak pulang? Salah juga. Bunda bawel, gerutunya dalam hati.

Sampai di cafe yang dimaksud Abel dia segera masuk. Tak susah mencari Abel. Ia duduk di tengah ruangan. Abel berdiri untuk menyambut Sheila. Tetapi mereka berdua sama-sama diam.
 Sheil.kata Abel. Sheila diam saja lalu segera duduk. Pelayan membawa daftar menu, mereka memesan lebih untuk mengusir pelayan itu.
udah ngomong aja. Aku lagi males basa-basi.kata Sheila dingin.
Sheila, sayang, sampe berapa lama kamu bakal gini? Kapan kamu mau maafin aku?itu kata yang terlontar dari  mulut Abel. Sheila tidak berani menatap mata Abel. mestinya gue langsung putusin dia begitu gue tau dia selingkuhpikir sheila.
Sheil. Aku cuman pengen nggak ada salah paham lagi diantara kita. Kamu tahu, aku masih sayang sama kamu. Sayang banget.kata Abel lagi. Sheila tertawa sinis.terdengar lebih kejam daripada yang ia maksud.
Sheil, janga diem aja dong. Aku disini. Lihat aku, jangan liat kesana terus.protes Abel. Pesanan mereka datang. Sheila buru-buru menyedot iced chocolate nya.
Sheil, aku sayang kamu. Bisik Abel lagi. Kali ini Sheila menatap matanya.Beneran deh, Sheil. Aku nggak bohong. Kamu tahu itu. Dan, Meggy.. Abel tak sanggup menyelesaikan kalimatnya. Dia bukan siapa-siapa. Cuman ada kamu.kalimat itu menggetarkan keyakinan hati Sheila selama ini. Sheila hendak mengatakan Gue juga sayang sama elo. Tapi yang keluar dari mulutnya adalah gue butuh waktu, Bel..
sampai kapan, Sheil? Apa dua bulan kurang?tanya Abel.
aku nggak tahu perasaan ku saat ini, Bel..
aku harus ngapain lagi Sheila? Biar kamu balik lagi sama aku, biar kamu yakin cuman ada kamu, dan aku nggak bohong. Aku sayang kamu, Sheil. Sampai sekarang nggak berubah aku sayang kamu.

Sheila menatap tangan Abel di depannya. Tangan itu yang dulu menjaga Sheila. Flashback kisah antara dirinya dan Abel memenuhi pikirannya. Sheila merasa menonton sebuah film lama. Ia merasa hubungannya yang baik-baik saja dengan Abel sudah berlalu lama sekali. Bahkan, terasa lebih dari dua bulan. Bahkan, saat ini semua itu terasa seperti hanya kayalannya saja.  Sheila ragu-ragu. Apakah ia akan memaafkan Abel sekarang? Cepat atau lambat ia harus memaafkan Abel. Walaupun ia dan Abel tidak harus bersama lagi. soal Meggy. Dia cuman... Tiba-tiba ia merasa marah Abel membawa nama Meggy kali ini. kalo kamu sayang sama aku, kamu ada disana waktu aku butuh kamu. Kamu nemenin aku, bantu aku. Bukannya jalan sama cewek lain. Kamu nggak bisa ngasih bukti. Semuanya cuman di mulut. Aku nggak butuh.sheila menyela penjelasan Abel.

Setelah Sheila pulang, perasaannya semakin tak karuan. Sementara masalahnya dengan Abel belum dapat terselesaikan. Dalam hati ia berpikir, mungkin benar apa yang dikatakan Kai. Mungkin ia tidak seharusnya bertemu dengan Abel lagi. Kai hanya berusaha melindunginya sebagai kakak yang baik. Malamnya Sheila membuka lagi photo-photonya bersama abel di laptopnya. Sheila merasa sangat membutuhkan Abel saat ini.
Sheila segera mematikan laptopnya. Ia tidak ingin menjadi cengeng. Ia merasa harus melakukan sesuatu untuk mengalihkanpikirannya. Ia menghabiskan waktunya untuk bermain bersama Nindya dan mengajak Riska mencoba membuat kue. Sheila dapat tertawa dan tersenyum saat Nindya melontarkan pertanyaan anak-anaknya, atau saat Riska memecahkan telor di tangannya. Kemudian sheila kembali ke kamarnya, dan lagi-lagi ia teringat Abel.

Lagi-lagi pesan masuknya penuh dari Abel. Abel menghubunginya dan ia memutuskan mengangkatnya dalam panggilan kedua. Sheila? suara Abel terdengar sendu. Menanti, mencari, memohon. Bukan Abel yang dikenalnya. Bukan Abel yang pernah dikenalnya. Mungkin ia memang tidak pernah mengenalnya. Sheila?kamu denger aku?Sheila menguatkan dirinya untuk tidak mengatakan bahwa ia merindukannya saat ini. i need you to get me back to the right pathkata itu ada di dalam batin Sheila. Iya, kenapa?hanya itu yang keluar. Bahkan ia mendengar suaranya sendiri terlalu rapuh. aku mau kamu jawab aku. Sekarang. Kamu masih sayang nggak sih Sheil sama aku? Kamu masih mau lanjut sama aku engga? Apa emang kamu mau sampai disini aja cerita kita? tanya Abel. Suaranya serak. Radang lagi? Sheila bertanya-tanya dalam hati.Tanya itu ke diri kamu.jawab Sheila, karena sebenarnya ia tidak ingin Abel mengetahui perasaannya yang sebenarnya. Jujur, Sheil. Aku enggak ingin semua tentang kita stuck disini. Jujur, ini bukan harapanku tentang ending kita. Aku masih sayang banget sama kamu, Sheil. Aku tahu ini kedengarannya bodoh di telinga kamu yang benci hal-hal cengeng. Tapi aku jujur, Sheil. Maafin aku! Aku pengen kamu disini, Sheil. Aku pengen semua cerita kita, tawa kita, kebersamaan kita diulang lagi. Aku serius, Sheil. Aku bilang ini karena aku sayang, masih sayang, dan bakal tetep sayang sama kamu. Oke, memang yang terakhir terdengar sangat bodoh. Tapi aku serius sama kamu. Aku janji bakal berubah, demi kamu.Sheila merasa hawa panas di matanya dan pandangannya kabur. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia ingin mengatakan bahwa sejujurnya itu bukan hal bodoh baginya. Karena ia juga merasakan hal yang sama.

Sheila baru saja akan membuka mulut dan memaafkan Abel ketika penolakan dalam dirinya keluar lagi. Maafin aku bel. Kalo aku belom cukup buat kamu. Aku enggak bisa rubah kamu. Karena seharusnya memang aku enggak merubah kamu, Bel. Maaf juga kalo ending kita beda sama apa yang kamu harap. Aku udah maafin kesalahanmu dulu. Aku sayang kamu, Bel. Selamat malam, Selamat tinggal.Sheila memutuskan panggilan itu. Ia menutup pintu kamarnya. Menangis.

Keesokan paginya Sheila bangun dengan kepala pusing. Menyeret dirinya ke kamar mandi sambil berusaha mengingat kejadian tadi malam. Ia berharap matanya tidak sembab, karena ia tertidur dalam tangisnya. Bantalnya perlu dijemur. Ia menatap ke cermin sambil menggosok gigi. Bagaimana perasaan Abel sekarang? Apa dia merindukanku? Apa dia seddang bersama Meggy? Apa mereka berdua membicarakanku?menertawakanku? pikiran Sheila dipenuhi tentang Abel, yang tiba-tiba membuatnya marah. Ia merasakan pukulan kecil pada perutnya. Ia merasa sangat kesal dan kecewa pada Abel. Karena mengkhianatinya, terlebih melepasnya begitu saja. Jadi kebersamaan mereka selama ini tidak dianggap serius. Bahkan hanya dengan satu panggilan telepon, semuanya kabur dan pergi. Seakan semua itu tidak pernah ada.

Sheila mungkin telah melepaskan Abel. Telah keluar dari kehidupannya bersama Abel. Tapi, sesungguhnya ia tidak pernah melepaskan Abel. Abel akan selalu menjadi bagian dalam hidupnya. Karena Abel akan selalu memiliki sedikit ruang di hatinya. Sedikit rasa sayang, dan meninggalkan sedikit luka. Yang tidak akan mampu disembuhkan. Bahkan oleh waktu.

Tadaaa, itu dia ini asli bikinan gue dear. jadi ya maaf kalo jelek, hahaha. lagian itu gue bikin udah lama. jamannya kelas X kalo ga salah. eh iya deng, bener kelas x. gue sama sekali ga merhatiin format atau apalah, yang penting jadi. itu penulisannya banyak yang salah ya? udah gue benerin beberapa doang tapi. waktu Dita masih disini, dia pernah baca dan ya, dua puluhan kesalahan pengejaan. hehehe =))
enjoy ya! <3